lifetime respect...

Sang pencari

Bir Toraja
Sumber : jelajahtoraja.blogspot.com
Memperhatikan tingginya permintaan / konsumsi Tuak di Lampung, menurut cerita “dongan parlapo”, salah satu penggeraknya adalah pengakuan beberapa orang yang terkena penyakit gula/diabet.
Seperti suatu muzizat, si Baluhap (bukan nama asli) yang sudah semua orang mengetahui betapa parahnya penyakit gula yang diderita, sampai sampai cerita orang bahwa gula sudah menetes dari kakinya alias luka yang tak sembuh sembuh dan basah terus, ternyata belakangan diketahui badannya sudah kelihatan segar dan lukanya sembuh.
Tanya punya tanya, si Baluhap yang sudah berobat kesana kemari ternyata mengaku sembuh setelah minum tuak dengan teratur yang dibeli dari lapo tuak.
Tetangga yang bukan hanya halakkita ikut bercerita kepada saudaranya yang berpenyakit diabet, ternyata juga mengalami kemajuan yang luar biasa. Demikianlah beritanya menyebar, sehingga saat ini konsumen tuak di Lampung boleh dikatakan sudah didominasi oleh konsumen non halakkita.
Salah satu lapo tuah milik paramaan Simanjuntak di jl by pass, pernah menuturkan bahwa konsumen non halakkita 90 % membeli dalam plastik dan diminum dirumah atau tempat berkumpul keluarga.
Sebahagian issu para pemabuk kampung non halakkita yang mengoplos dengan suplemen seperti kukubima, krating daeng dlsb, karena harganya murah cuma Rp 3000/botol, sementara yang biasanya vigour/virgou dan miras lainnya sdh tergolong mahal ukuran kantong buruh tani / ojek dll.
Ahir ahir ini banyak razia miras oleh kepolisian, bahkan sampai sampai dilarang “maragat”, artinya razia sampai ke pohon kelapa, bukan ke warung warung lagi.
Terbesit dalam pikiran saya dan teringat ketika saya melihat proses pembuatan champagne di Perancis, dimana setelah anggur di press, cairannya dimasukkan ke dalam botol, kemudian ditambahkan mashrum / sejenis raru pada tuak untuk katalisator proses fermentasi. Champagne diproses dibawah tanah sekitar kedalaman 20 – 25 meter, sehingga suhu ruang prose stabil tanpa alat conditioner. 
Setiap pagi botol diputar agar fermentasinya sempurna, setelah beberapa hari sisa masrum / sejenis raru yang mengendap dimulut botol dibuang.
Kembali ke Tuak :
Tuak juga adalah hasil fermentasi dari nira atau sejenisnya dengan menggunakan raru/kulit pohon raru. Pohon raru terbaik konon ceritanya adalah yang berasal dari Sibolga. Adajuga dari Jambi namun seratnya kasar dan rasa tuaknya beda, begitu cerita para penggila tuak.
Sebenarnya kalau ditiru proses fermentasi champagne, dimana kadar raru yang tetap misalnya sekian mg per botol, suhu ruang fermentasi konstan, penutup botol yang bagus/tidak bocor akibat tekanan gas, dengan demikian dapat dipastikan kadar alkohol yang dikandung tuak tersebut juga bisa dikendalikan, demikian juga rasanya, tidak seperti sekarang, tuak lapo si A “songonna asom asom”, tuak lapo si B songonna karas, bahkan ada yang dijuluki di Lampung Tuak Setan, kalau minum 1 gelas bisa mordong 1 malam.
Nah begitulah ide ini mungkin suatu saat akan kita jumpai Tuak Kemasan seperti champagne, harganya juga mahal dan ber merk, bahkan ekspor ke luar negri.
sumber : http://ombus2.wordpress.com/2010/09/17/tuak-kemasan-botol
Membaca link diatas apakah anda terinspirasi untuk membuat Ballo, Tuak, Saguer ddl (penyebutan) menjadi obat sekaligus minuman bermerek untuk mengangkat harkat petani ballo dan nama Indonesia didunia?
salam,
kreatortif  


No comments for " Bir Toraja "!

Leave a Reply